KELINCI MEMPERDAYA SINGA
Bhasuraka,
tinggal di sebuah hutan. ia adalah seekor singa besar, buas dan berperangai
buruk sesuai dengan namanya. Begitu jahatnya sehingga membunuh binatang lain
tanpa alasan yang jelas bukanlah masalah baginya.
Karena
tak tahan lagi, pada suatu hari semua binatang yang biasa dimangsa singa
seperti rusa, babi, kelinci, dan
binatang lain, bersama-sama menghadapnya.
Perwakilan
mereka berkata,”tuan, mengapa tuan suka membunuh begitu banyak teman kami
setiap hari tanpa alasan, kalau seekor binatang saja sudah cukup memuaskan rasa
lapar tuan? Marilah kita bersepakat, mulai hari ini kami berjanji untuk
mengirim seekor binatang setiap hari ke sarang tuan untuk dimakan. Namun
sebagai gantinya, tuan memberikan jaminan bahwa kami dapat berkeliaran tanpa
gangguan di hutan ini. Dengan cara itu, tuan tak perlu repot-repot mencari
mangsa, dan warga kami tak perlu dibunuh tanpa alasan. Kami teringat pesan orang
bijaksana :
Dengan minum obat takaran kecil
saja, seseorang dapat menjadi kuat, begitu juga seorang raja menjadi kuat
dengan memungut sedikit demi sedikit pajak. Seeokr sapi harus dipelihara dengan
baik sebelum menghasilkan susu. Tanaman yang merambat di dinding harus disiram
air sebelum memberi bunga-bunga yang indah. Begitu juga seorang raja harus
menjaga pengiringnya kalau ingin mendapatkan yang terbaik dari mereka.”
Setelah
mendengarnya, bhasuraka berkata, “benar apa yang engkau katakan. Aku setuju saranmu.
Tapi awas, satu hari saja aku tak menerima kirimanmu, aku akan memangsa kalian
semua!”
Binatang-binatang
itu berjanji alan menepati kata-katanya: agar rakyat dapat hidup tenteram,
mereka harus memberi upeti kepada
penguasa yang lalim. Mereka bersepakat untuk mengadakan undian setiap hari
untuk menentukan siapakah yang akan dikorbankan pada hari itu.
Suatu
hari, giliran itu tiba pada seekor kelinci. Ia tak kuasa menolak, apalagi
didesak oleh binatang-binatang lain yang mengingatkan janji mereka. Sungguh
gundah dan kecut hati kelinci. Apa yang harus dilakukannya untuk meloloskan
diri bahkan kalu mungkin membinasakan singa yang kejam itu?
Untuk
mengulur-ulur waktu ia berjalan –jalan tanpa tujuan sebelum menuju sarang
Bhasuraka untuk menyerahkan diri.
Ketika
tiba di sebuah sumur, ia meloncat ke tepi sumur dan melihat bayangannya di air.
Pada saat itulah ia mendapatkan ide yang cemerlang.”aha, aku sudah menemukan
cara untuk menaklukannya!”
Ketika
tiba di sarang singa, matahari mulai terbenam Bhasuraka sudah sangat marah
karena harus menunggunya begitu lama. Dan itu berarti dia kelaparan. Ia
menjilati bibirnya dengan perut keroncongan lalu bergumam geram, “awas
binatang-binatang itu, besok akan ku santap semuanya!”
Tepat
saat itu, kelinci datang dan berdiri di hadapannya. Singa yang murka itu
meraung.”kamu...kamu! kalian semua binatang kurang ajar! Pertama kamu
terlambat, kedua kamu terlalu kecil untuk kusantap. Karena itu akan kumakan kau
sekarng dan esok semua penghuni hutan!.”
“tuan, maafkan saya,” kata kelinci dengan takzim. “ ini bukan salahku dan juga bukan salah mereka . tolong dengarkanlah penjelasan saya.”
“cepat
katakan sebelum akau melumatkanmu!” bentak singa Bhasuraka.
“tuan,
hari ini memang kaum hambalah yang mendapatkan undian untuk menjadi mangsa
tuan,” kata kelinci. “karena kami kecil, maka mereka mengirimkan empat ekor
kelinci lainnya selain hamba. Di tengah perjalanan, kami dihadang oleh seekor
singa besar yang keluar dari sarangnya sambil meraung, “hai kalian mau pergi
kemana? Berdoalah kalian pada Tuhan agar arwah kalian diterima karena hari ini
kalian ditakdirkan untuk menjadi santapanku!”. Ketiak itu hamba menjawab, “oh
tuan singa, sesungguhnya kami dalam perjalanan untuk menghadap tuan Bhasuraka
singa yang perkasa. Kami harus menepati janji untuk menjadi santapannya.”
“namun
tuan,” kata kelinci kepada Bhasuraka, “singa itu membentak, siapa itu
Bhasuraka? Akulah satu-satunya penguasa hutan ini. Semestinya kamu hanya taat
padaku. Bhasuraka jelas penipu. Empat kelinci itu akan kusandera, dan kau
katanya pada hamba, pergilah ke tempat Bhasuraka. Katakan padanya, aku
menantang dia untuk membuktikan siapa yang terkuat di hutan ini. Itupun kalau
ia berani datang! Yang terkuatlah yang berhak atas semua persembahan segala
binatang di hutan ini!”
“demikianlah,
tuan Bhasuraka,” kata kelinci.”jadi hamba datang kemari karena perintah oleh
singa besar itu. Itu pula sebabnya hamba terlambat. Sekarang terserah paduka
tuan.”
Hati
Bhasuraka bagai mendidih mendengar tantangan itu yang merendahkan martabatnya.
Matanya melotot, misainya bergerak gerak cepat pertanda ia tak sabar lagi.
“kurang
ajar singa itu,” ia menggeram keras. “baiklah kelinci bawa aku ke tempat
pembual besar itu,akan kuberi pelajaran dia agar tahu apa artinya menantang
aku, Bhasuraka, raja segala binantang nan perkasa. Kalau dia mati, tenanglah
hatiku.”
“hamba
patuh pada paduka. Akan hamba antar paduka kesana,” kata kelinci. “ masalahnya,
singa itu tinggal di dalam sebuah benteng. Paduka tahu betapa sulitnya kita
menyerang lawan yang bersembunyi dalam benteng, karena menurut para ahli perang
;
Seorang
pemanah, dibelakang tembok benteng bisa melawan seratus musuh.”
Bhasuraka
menjawab,”kelinci bodoh! Aku tak peduli dia sembunyi atau ketakutan di dalam
benteng! Yang penting tunjukkan saja padaku untuk kuhabisi, karena kata
moyangku :
Musnahkanlah musuh dan penyakit
sedini mungkin, kalau tidak mereka menjadi kuat dan berbalik memusnahkanmu.”
“tuan
benar,” jawab kelinci. “tetapi menurut mata hamba , ia sangat kuat, besar, dan
kelihatan galak. Menurut pendapat hamba, kelirulah kalau tuan menghampirinya
tanpa mengetahui kekuatannya, karena orang-orang bijak berpesan ;
Dia yang menyerang musuh tanpa
mengetahui kekuatannya pasti akan dihancurkan seperti ngengat tanpa api.”
“itu
bukan urusanmu!” sembur Bhasuraka. “pokoknya bawa aku kepadanya!”
“baiklah
kalau itu kehendak tuan,” kata kelinci dengan hati berharap cemas siasatnya
tidak keliru. “ikutilah hamba.”
Kelinci
berjalan di depan menuntun langkah singa
Bhasuraka menuju sumur.
Ketika
mereka tiba ditepi sumur, kelinci melongok sejenak ke dalam sumur dan kemudian berkata kepada Bhasuraka,
“tuanku! Tak seorang pun berani menantangmu!, agaknya singa penipu itu
ketakutan melihat tuan dan sekarang ia bersembunyi di dalam sarangnya.
Tengoklah kemari.”
Kelinci
menunjuk bibir sumur itu.
Singa
buas tapi bodoh itu menurut. Ia mengangkat kaki depannya ke bibir sumur dan
menjengukkan kepalanya ke air sumur itu. Apa yang dilihatnya? Seekor singa
besar yang tampak garang dengan misai dan rmbut menyeramkan serta bertaring
panjang menakutkan yang tak lain adalah bayangannya sendiri. Serta merta ia
mengira itulah musuhnya. Dan secepat itu pula kemarahannya menggelegak.
Bhasuraka
meraung dengan suar keras , terdengar ‘singa didalam sumur’ itu juga meraung.
Bhasuraka yang bodoh itu tidak tahu bahwa yang ia dengar adalah gema suaranya
sendiri. Dengan penuh dendam dan rasa amarah ia melompat ke dalam sumur untuk
memburu ‘singa’ yang menurutnya tidak tahu diri itu.
Air
sumur memecah seiring debum bunyi jatuh Bhasuraka ‘singa’ yang dicarinya
terpecah-pecah seiring pecahan air. Saat itulah ia baru menyadari telah ditipu
oleh kelinci yang kini menontonnya diatas bibir sumur. Bhasuraka tambah
meradang dan menggapai-gapai berusaha naik ke dinding sumur. Namun terlambat.
Singa memang tak pandai berenang dan ia tenggelam.
Amat
bahagia dengan kecerdikannya, kelinci kembali ke hutan dan menceriterakan
kepada binatang-binatang laintentang kejadian itu. Mereka menghujaninya dengan
pujian, dan semenjak itu semua binatang hidup dengan tenteram dan bahagia.
*****
“jadi
kata Damanaka, “itulah sebabnya kukatakan, dengan kepandaianku, aku akan bisa
mengadu domba Pingalaka dan Sanjiwaka.”
“kalau
engkau yakin,”kata Karataka, “lakukanlah. Dan berdoalah agar Tuhan
melindungimu.”
Pada suatu
hari tidak lama kemudian, terlihat singa Pingalaka duduk sendirian. Sapi Sanjiwaka
tampak di kejauhan, sedang merumput. Damanaka sang serigala yang sedang
dengkiitu, menghampiri Pingalaka, membungkuk hormat lalu berdiri di hadapannya.
“aha
kawanku!” sapa Pingalaka. “kemana saja engkau selama ini?”
“hamba
tidak pernah muncul,”kata Damanaka, “karena paduka tuan tidak memerlukan hamba
lagi. Jadi sekarang aku datang dengan kemauan sendiri karena hamba merasa perlu
berbicara dengan paduka tuan. Hamba melihat kehancuran membayang di depan mata
dan hatiku merasa sangat berat dan sedih memikirkannya.”
Mendengar
Damanaka berbicara dengan sungguh-sungguh ,Pingalaka bertanya, “apa yang ingin
kau sampaikan kepadaku? Katakanlah!”
“tuan
hamba,” kata Damanaka.”Sanjiwaka diam-diam membenci tuan! Sapi jantan yang
paduka anggap teman itu sebetulnya musuh dalam selimut. Dia membisikkan suatu
rahasia kepada hamba. Katanya;’ Damanaka, aku ingin mengetahui rahasia kekuatan
Pingalaka dan kelemahannya. Aku ingin membunuhnya agar aku dapat menjadi raja
dan engkau akan kuangkat sebagai menterinya.’”
Pingalaka
sangat terkejut mendengarnya, bagai disambar petir sampai tak bisa berbicara.
Damanaka
melihat dan membatin,”Pingalaka sangat percaya kepada Sanjiwaka dan dia tak
sadar bahwa itulah awal kehancurannya. Benar kata orang cerdik pandai :
Raja yang menyerahkan
segala-galanya hanya kepada seorang penasehat maka si penasehat itu menjadi
congkak dan gila kekuasaan lantas dia akan mencoba menjadi penguasa juga, dak
ketika hasrat itu makin berkembang di hatinya, diam-diam dia akan merencanakan
kematian sang raja.”
Setelah beberapa
saat Pingalaka menguasai dirinya ia berkata,”apa yang dapat kulakukan?
Sanjiwaka sangat penting dalam hidupku. Aku tak mempercayai bahwa dia akan mengkhianatiku.”
“paduka
tuan,” kata Damanaka, “menjadi pembantu selalu membuat hati sedih. Hanya si
lemah yang tak mempunyai kemauan, yang mau menjadi abdi untuk selama-lamanya.”
“tetapi
aku tak pernah berpikiran buruk kepadanya,” sanggah Pingalaka.
“yang
muliamenurut hamba paduka telah membuat kesalahan besar,” kata Damanaka. “manakah
sifat baik yang tuan lihat dari sanjiwaka? Menurut hamba tidak ada. Kalau tuan
berpikir bahwa dia teman yang berbobot maka tuan keliru. Dia hanya binatang
pmakan rumput padahal semua musuh tuan adalah pemakan daging. Jadi yang paling
tepat baginya adalah mendakwanya telah menggunakan tuan sebagai tameng untuk
melindunginya, dan setelah itu tuan
dapat membunuhnya.”
“mencari
kesalahan seseorang setelah memujinya, bagiku sama artinya dengan mengingkari
sumpah,”Pingalaka keberatan. “apalagi aku sudah berjanji sesuai anjuranmu, ia
akan aman disini. Bagaimana mungkin aku sekarang membunuhnya dengan tanganku
sendiri? Sanjiwaka adalah teman karibku. Aku tak mempunyai alasan untuk marah
kepadanya, karena :
Tak baik memotong batang pohon
yang ditanam oleh tangan sendiri sekalipun pohon itu beracun. Dan, mencintai
orang lain mungkin tindakan bodoh tapi kalau memang harus mencintai, cinta itu
harus dibiarkan tumbuh dan berkembang. Dan lagi, tak pantas mengangkat
seseorang untuk kemudian dijatuhkan tiba-tiba dari kedudukannya.”
“biarpun
Sanjiwaka berkianat kepadaku,”tegas Pingalak. “aku tak akan menindaknya.”
‘Yang
mulia,’ kata Damanaka, “belas kasihan terhadap musuh bukanlah aturan para raja.
Dan kalau paduka tak menyukai kekerasan, bagaimana anak buah tuan yang berasal
dari binatang pemakan daging akan mendapatkan makanan? Bisa-bisa mereka
meninggalkan tuan, dan pada gilirannya tuan juga akan mati. Ketika paduka tuan
ditemani oleh Sanjiwaka, tuan sama sekali tak mau pergi berburu, karena :
Berteman dengan orang jahat, yang
baikpun ikut jalan yang salah mak orang bijaksana menjauhkan dirinya dari
pergaulan buruk. Tak perlu menjamu orang yang tak diketahui wataknya. Kutu yang
salah tapi kepindinglah yang mati.”
“bagaimana
ceriteranya?” tanya Pingalaka.
Maka Damanaka
bercerita tentang kepinding dan kutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar