Minggu, 28 Januari 2018

KELINCI MEMPERDAYA SINGA

Bhasuraka, tinggal di sebuah hutan. ia adalah seekor singa besar, buas dan berperangai buruk sesuai dengan namanya. Begitu jahatnya sehingga membunuh binatang lain tanpa alasan yang jelas bukanlah masalah baginya.
Karena tak tahan lagi, pada suatu hari semua binatang yang biasa dimangsa singa seperti  rusa, babi, kelinci, dan binatang lain, bersama-sama menghadapnya.
Perwakilan mereka berkata,”tuan, mengapa tuan suka membunuh begitu banyak teman kami setiap hari tanpa alasan, kalau seekor binatang saja sudah cukup memuaskan rasa lapar tuan? Marilah kita bersepakat, mulai hari ini kami berjanji untuk mengirim seekor binatang setiap hari ke sarang tuan untuk dimakan. Namun sebagai gantinya, tuan memberikan jaminan bahwa kami dapat berkeliaran tanpa gangguan di hutan ini. Dengan cara itu, tuan tak perlu repot-repot mencari mangsa, dan warga kami tak perlu dibunuh tanpa alasan. Kami teringat pesan orang bijaksana :
Dengan minum obat takaran kecil saja, seseorang dapat menjadi kuat, begitu juga seorang raja menjadi kuat dengan memungut sedikit demi sedikit pajak. Seeokr sapi harus dipelihara dengan baik sebelum menghasilkan susu. Tanaman yang merambat di dinding harus disiram air sebelum memberi bunga-bunga yang indah. Begitu juga seorang raja harus menjaga pengiringnya kalau ingin mendapatkan yang terbaik dari mereka.”
Setelah mendengarnya, bhasuraka berkata, “benar apa yang engkau katakan. Aku setuju saranmu. Tapi awas, satu hari saja aku tak menerima kirimanmu, aku akan memangsa kalian semua!”
Binatang-binatang itu berjanji alan menepati kata-katanya: agar rakyat dapat hidup tenteram, mereka harus  memberi upeti kepada penguasa yang lalim. Mereka bersepakat untuk mengadakan undian setiap hari untuk menentukan siapakah yang akan dikorbankan pada hari itu.
Suatu hari, giliran itu tiba pada seekor kelinci. Ia tak kuasa menolak, apalagi didesak oleh binatang-binatang lain yang mengingatkan janji mereka. Sungguh gundah dan kecut hati kelinci. Apa yang harus dilakukannya untuk meloloskan diri bahkan kalu mungkin membinasakan singa yang kejam itu?
Untuk mengulur-ulur waktu ia berjalan –jalan tanpa tujuan sebelum menuju sarang Bhasuraka untuk menyerahkan diri.
Ketika tiba di sebuah sumur, ia meloncat ke tepi sumur dan melihat bayangannya di air. Pada saat itulah ia mendapatkan ide yang cemerlang.”aha, aku sudah menemukan cara untuk menaklukannya!”
Ketika tiba di sarang singa, matahari mulai terbenam Bhasuraka sudah sangat marah karena harus menunggunya begitu lama. Dan itu berarti dia kelaparan. Ia menjilati bibirnya dengan perut keroncongan lalu bergumam geram, “awas binatang-binatang itu, besok akan ku santap semuanya!”
Tepat saat itu, kelinci datang dan berdiri di hadapannya. Singa yang murka itu meraung.”kamu...kamu! kalian semua binatang kurang ajar! Pertama kamu terlambat, kedua kamu terlalu kecil untuk kusantap. Karena itu akan kumakan kau sekarng dan esok semua penghuni hutan!.”

“tuan, maafkan saya,” kata kelinci dengan takzim. “ ini bukan salahku dan juga bukan salah mereka . tolong dengarkanlah penjelasan saya.”
“cepat katakan sebelum akau melumatkanmu!” bentak singa Bhasuraka.
“tuan, hari ini memang kaum hambalah yang mendapatkan undian untuk menjadi mangsa tuan,” kata kelinci. “karena kami kecil, maka mereka mengirimkan empat ekor kelinci lainnya selain hamba. Di tengah perjalanan, kami dihadang oleh seekor singa besar yang keluar dari sarangnya sambil meraung, “hai kalian mau pergi kemana? Berdoalah kalian pada Tuhan agar arwah kalian diterima karena hari ini kalian ditakdirkan untuk menjadi santapanku!”. Ketiak itu hamba menjawab, “oh tuan singa, sesungguhnya kami dalam perjalanan untuk menghadap tuan Bhasuraka singa yang perkasa. Kami harus menepati janji untuk menjadi santapannya.”
“namun tuan,” kata kelinci kepada Bhasuraka, “singa itu membentak, siapa itu Bhasuraka? Akulah satu-satunya penguasa hutan ini. Semestinya kamu hanya taat padaku. Bhasuraka jelas penipu. Empat kelinci itu akan kusandera, dan kau katanya pada hamba, pergilah ke tempat Bhasuraka. Katakan padanya, aku menantang dia untuk membuktikan siapa yang terkuat di hutan ini. Itupun kalau ia berani datang! Yang terkuatlah yang berhak atas semua persembahan segala binatang di hutan ini!”
“demikianlah, tuan Bhasuraka,” kata kelinci.”jadi hamba datang kemari karena perintah oleh singa besar itu. Itu pula sebabnya hamba terlambat. Sekarang terserah paduka tuan.”
Hati Bhasuraka bagai mendidih mendengar tantangan itu yang merendahkan martabatnya. Matanya melotot, misainya bergerak gerak cepat pertanda ia tak sabar lagi.
“kurang ajar singa itu,” ia menggeram keras. “baiklah kelinci bawa aku ke tempat pembual besar itu,akan kuberi pelajaran dia agar tahu apa artinya menantang aku, Bhasuraka, raja segala binantang nan perkasa. Kalau dia mati, tenanglah hatiku.”
“hamba patuh pada paduka. Akan hamba antar paduka kesana,” kata kelinci. “ masalahnya, singa itu tinggal di dalam sebuah benteng. Paduka tahu betapa sulitnya kita menyerang lawan yang bersembunyi dalam benteng, karena menurut para ahli perang ;
Seorang pemanah, dibelakang tembok benteng bisa melawan seratus musuh.”
Bhasuraka menjawab,”kelinci bodoh! Aku tak peduli dia sembunyi atau ketakutan di dalam benteng! Yang penting tunjukkan saja padaku untuk kuhabisi, karena kata moyangku :
Musnahkanlah musuh dan penyakit sedini mungkin, kalau tidak mereka menjadi kuat dan berbalik memusnahkanmu.”
“tuan benar,” jawab kelinci. “tetapi menurut mata hamba , ia sangat kuat, besar, dan kelihatan galak. Menurut pendapat hamba, kelirulah kalau tuan menghampirinya tanpa mengetahui kekuatannya, karena orang-orang bijak berpesan ;
Dia yang menyerang musuh tanpa mengetahui kekuatannya pasti akan dihancurkan seperti ngengat tanpa api.”
“itu bukan urusanmu!” sembur Bhasuraka. “pokoknya bawa aku kepadanya!”
“baiklah kalau itu kehendak tuan,” kata kelinci dengan hati berharap cemas siasatnya tidak keliru. “ikutilah hamba.”
Kelinci berjalan di depan menuntun langkah singa  Bhasuraka menuju sumur.
Ketika mereka tiba ditepi sumur, kelinci melongok sejenak ke dalam sumur  dan kemudian berkata kepada Bhasuraka, “tuanku! Tak seorang pun berani menantangmu!, agaknya singa penipu itu ketakutan melihat tuan dan sekarang ia bersembunyi di dalam sarangnya. Tengoklah kemari.”
Kelinci menunjuk bibir sumur itu.
Singa buas tapi bodoh itu menurut. Ia mengangkat kaki depannya ke bibir sumur dan menjengukkan kepalanya ke air sumur itu. Apa yang dilihatnya? Seekor singa besar yang tampak garang dengan misai dan rmbut menyeramkan serta bertaring panjang menakutkan yang tak lain adalah bayangannya sendiri. Serta merta ia mengira itulah musuhnya. Dan secepat itu pula kemarahannya menggelegak.
Bhasuraka meraung dengan suar keras , terdengar ‘singa didalam sumur’ itu juga meraung. Bhasuraka yang bodoh itu tidak tahu bahwa yang ia dengar adalah gema suaranya sendiri. Dengan penuh dendam dan rasa amarah ia melompat ke dalam sumur untuk memburu ‘singa’ yang menurutnya tidak tahu diri itu.
Air sumur memecah seiring debum bunyi jatuh Bhasuraka ‘singa’ yang dicarinya terpecah-pecah seiring pecahan air. Saat itulah ia baru menyadari telah ditipu oleh kelinci yang kini menontonnya diatas bibir sumur. Bhasuraka tambah meradang dan menggapai-gapai berusaha naik ke dinding sumur. Namun terlambat. Singa memang tak pandai berenang dan ia tenggelam.
Amat bahagia dengan kecerdikannya, kelinci kembali ke hutan dan menceriterakan kepada binatang-binatang laintentang kejadian itu. Mereka menghujaninya dengan pujian, dan semenjak itu semua binatang hidup dengan tenteram dan bahagia.
*****
“jadi kata Damanaka, “itulah sebabnya kukatakan, dengan kepandaianku, aku akan bisa mengadu domba Pingalaka dan Sanjiwaka.”
“kalau engkau yakin,”kata Karataka, “lakukanlah. Dan berdoalah agar Tuhan melindungimu.”
Pada suatu hari tidak lama kemudian, terlihat singa Pingalaka duduk sendirian. Sapi Sanjiwaka tampak di kejauhan, sedang merumput. Damanaka sang serigala yang sedang dengkiitu, menghampiri Pingalaka, membungkuk hormat lalu berdiri di hadapannya.
“aha kawanku!” sapa Pingalaka. “kemana saja engkau selama ini?”
“hamba tidak pernah muncul,”kata Damanaka, “karena paduka tuan tidak memerlukan hamba lagi. Jadi sekarang aku datang dengan kemauan sendiri karena hamba merasa perlu berbicara dengan paduka tuan. Hamba melihat kehancuran membayang di depan mata dan hatiku merasa sangat berat dan sedih memikirkannya.”
Mendengar Damanaka berbicara dengan sungguh-sungguh ,Pingalaka bertanya, “apa yang ingin kau sampaikan kepadaku? Katakanlah!”
“tuan hamba,” kata Damanaka.”Sanjiwaka diam-diam membenci tuan! Sapi jantan yang paduka anggap teman itu sebetulnya musuh dalam selimut. Dia membisikkan suatu rahasia kepada hamba. Katanya;’ Damanaka, aku ingin mengetahui rahasia kekuatan Pingalaka dan kelemahannya. Aku ingin membunuhnya agar aku dapat menjadi raja dan engkau akan kuangkat sebagai menterinya.’”
Pingalaka sangat terkejut mendengarnya, bagai disambar petir sampai tak bisa berbicara.
Damanaka melihat dan membatin,”Pingalaka sangat percaya kepada Sanjiwaka dan dia tak sadar bahwa itulah awal kehancurannya. Benar kata orang cerdik pandai :
Raja yang menyerahkan segala-galanya hanya kepada seorang penasehat maka si penasehat itu menjadi congkak dan gila kekuasaan lantas dia akan mencoba menjadi penguasa juga, dak ketika hasrat itu makin berkembang di hatinya, diam-diam dia akan merencanakan kematian sang raja.”
Setelah beberapa saat Pingalaka menguasai dirinya ia berkata,”apa yang dapat kulakukan? Sanjiwaka sangat penting dalam hidupku. Aku tak mempercayai  bahwa dia akan mengkhianatiku.”
“paduka tuan,” kata Damanaka, “menjadi pembantu selalu membuat hati sedih. Hanya si lemah yang tak mempunyai kemauan, yang mau menjadi abdi untuk selama-lamanya.”
“tetapi aku tak pernah berpikiran buruk kepadanya,” sanggah Pingalaka.
“yang muliamenurut hamba paduka telah membuat kesalahan besar,” kata Damanaka. “manakah sifat baik yang tuan lihat dari sanjiwaka? Menurut hamba tidak ada. Kalau tuan berpikir bahwa dia teman yang berbobot maka tuan keliru. Dia hanya binatang pmakan rumput padahal semua musuh tuan adalah pemakan daging. Jadi yang paling tepat baginya adalah mendakwanya telah menggunakan tuan sebagai tameng untuk melindunginya, dan setelah  itu tuan dapat membunuhnya.”
“mencari kesalahan seseorang setelah memujinya, bagiku sama artinya dengan mengingkari sumpah,”Pingalaka keberatan. “apalagi aku sudah berjanji sesuai anjuranmu, ia akan aman disini. Bagaimana mungkin aku sekarang membunuhnya dengan tanganku sendiri? Sanjiwaka adalah teman karibku. Aku tak mempunyai alasan untuk marah kepadanya, karena :
Tak baik memotong batang pohon yang ditanam oleh tangan sendiri sekalipun pohon itu beracun. Dan, mencintai orang lain mungkin tindakan bodoh tapi kalau memang harus mencintai, cinta itu harus dibiarkan tumbuh dan berkembang. Dan lagi, tak pantas mengangkat seseorang untuk kemudian dijatuhkan tiba-tiba dari kedudukannya.”
“biarpun Sanjiwaka berkianat kepadaku,”tegas Pingalak. “aku tak akan menindaknya.”
‘Yang mulia,’ kata Damanaka, “belas kasihan terhadap musuh bukanlah aturan para raja. Dan kalau paduka tak menyukai kekerasan, bagaimana anak buah tuan yang berasal dari binatang pemakan daging akan mendapatkan makanan? Bisa-bisa mereka meninggalkan tuan, dan pada gilirannya tuan juga akan mati. Ketika paduka tuan ditemani oleh Sanjiwaka, tuan sama sekali tak mau pergi berburu, karena :
Berteman dengan orang jahat, yang baikpun ikut jalan yang salah mak orang bijaksana menjauhkan dirinya dari pergaulan buruk. Tak perlu menjamu orang yang tak diketahui wataknya. Kutu yang salah tapi kepindinglah yang mati.”
“bagaimana ceriteranya?” tanya Pingalaka.

Maka Damanaka bercerita tentang kepinding dan kutu.

Tidak ada komentar:

  " Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, jiwa (Atman) dibersaihkan dengan ilmu pengetahuan dan akal budi...