MERAIH KEHORMATAN KEMBALI
Saudagar
Dantila tinggal di kota Vardhamana. Ia adalah pedagang besar dan dikenal sangat
makmur lagi baik hati. Ia berhasil membahagiakan raja dan rakyatnya berkat
kemampuannya mengatur keduanya. Kata-kata rasanya habis sudah untuk memuji
kebaikan hati dan kebijaksanaan sang saudagar. Orang seperti dia memang unik
dan sulit cari tandingnnya, karena biasanya :
Orang yang mencari muka di depan
raja dibenci oleh rakyat, orang yang membela kesejahteraan rakyat dibenci oleh
raja.
Namun ia
berhasil memadukan keduanya, hal yang bertentangan itu. Orang yang disayangraja
sekaligus disayang oleh rakyat kebanyakan, sungguh jarang ada bukan?.
Pada acara
pesta perayaan pernikahan putrinya, Dantila mengundang semua kenalannya dari
segala lapisan masyarakat dan para pejabat negeri. Dia menjamu mereka di gedung
dengan mewah bahkan menghadiahi pakaian yang indahdan mahal. Begitulah cara
Dantila menghormati tamu-tamunya. Sesudah pesta, raja dan ratu serta semua pejabat
di undang ke rumah Dantila dan disana sekali lagiia menjamu tamunya dengan
kemewahan dan rasa hormat.
Seorang pelayan
raja bernama Goramba, ikut hadir dalam perjamuan itu. Sehari-hari ia bertugas
sebagai penyapu lantai istana. Sebenarnya ia tidak diundang namun karena ingin
mengetahui suasana pesta mewah, ia datang juga. Sayangnya ia duduk di kursi
yang sebenarnya disediakan untuk para tamu-tamu penting dan terhormat. Saudagar
Dantila begitu mengetahui kelancangannya, segera mengusirnya pergi.
Pelayan itu
merasa sangat terhina dan tidak bisa tidur semalaman.yang ada dipikirannya,”
bagaimana membalas dendam dan membuat raja membenci Dantila. Tetapi adakah
kesempatan orang biasa untuk menyakiti orang kuat seperti dia.”
Bebrapa hari
kemudian pagi-pagi buta Gorambha menyapu lantai di depan kamar raja. Gorambha tahusepagi
itu sebenarnya baginda sudah bangun tetapi belum bangkit dari tempat tidurnya. Sambil
menyapu dengan suara lirih seolah-olah mengeluh, Gorambha berkata, “ya gusti,
ya dewa, sungguh terlalu Dantila! Benarkah yang aku lihat semalam berani-beraninya
ia merangkul permaisuri.”
Mendengar
kaat-kata itu raja bergegas bangkit dan berkata padanya,” Gorambha!, benarkah
yang kau katakan tadi?.”
“oh,
ampun Baginda,” kata Gorambha, “semalam hamba bergadang, bermain kartu sehingga
saya masih mengantuk dan sungguh-sungguh tak menyadari apa yang hamba katakan
tadi.”
Baginda dibayangi
perasaan curiga dan cemburu . ia membatin, “ya dengan segala kemewahan harta
bendanya bukan tidak mungkin Dantila berani kurang ajar. Gorambha diijinkan
berjalan-jalan bebas di istana juga Dantila. Mungkin saja Gorambha melihat
Dantila merangkul permaisuri, karena :
Apa yang
direnungkan, dilihat, atau dilakukan seseorang di siang hari akan terbayang
dalam mimpinya.”
Entah mengapa
tiba-tiba saja Baginda begitu saja mempercayai kata hatinya, tanpa memeriksa
benar atau tidaknya masalah. Bahkan kini ia curiga juga kepada permaisuri,
istrinya. Dalam hati ia membatin,”
seorang wanita yang tidak setia bukan tidak mungkin memikirkan laki-laki lain
ketika sedang tersenyum kepada seorang pria. Tatapan matanya bisa saja sayu
sendu merayu ketika sedang berdekatan dengan suaminya, namun pada saat yang
sama hatinya memimpikan lelaki lain, lelaki yang benar-benar dicintainya. Cinta
seperti itu dapatkah dipercaya?. Sungguh bodoh laki-laki yang berpikir bahwa
seorang wanita yang seperti itu mau mencintainya dengan sungguh-sungguh. Ia justru
masuk ke lubang perangkap wanita itu dan akan dipermainkannya.”
Pikiran raja
sangat terganggu. Hari ini juga sikapnya terhadap Dantila berubah bahkan
Dantila dilarang memasuki istana. Dantila tentu saja merasa sangat heran melihat
perubahan yang terjadi pada sikap raja yang mendadak itu ia berpikir,” benar
juga kata orang :
Memang tak ada kisah tentang,
seekor burung gagak yang putih bersih, seorang penjudi yang jujur,
seekor ular yang pemaaf, seeorang wanita yng tidak cerewet, seorang lemah yang
pemberani, seorang pemabuk yang bijaksana, juga persahabatan tulus dari seorang
penguasa.”
Batinnya lagi, “bahkan dalam mimpi sekalipun
aku belum pernah menyakiti siapapun , raja tidak, keluarganya tidak, siapa pun
tidak, mengapa baginda tiba-tiba memusuhi aku?”
Waktupun
berlalu ..
Pada suatu
pagi ketika Dantila berniat menghadap raja bagindalangkahnya dihentikan oleh
penjaga gerbang istana. Gorambha yang sedang menyapu lantai menyeringai melihatnya
lalu berseru,” hoi awas dia adalah orang kesayangan baginda. Dia bisa menahan
atau mengusir orang seenaknya sendiri. Dia pernah mengusirku. Hati-hati jangan
sampai kalian mengalami nasib sepertiku.”
Dantila
yang cerdas segera berpikir, “bukankah dia yang dulu aku usir dalam pesta
karena lancang. Pasti Gorambha yang menyebabkan semua ini. Sekarang aku
mengerti kenapa orang-orang berkata :
Pelayan raja,
walaupun dari kasta rendah, bodoh, bahkan berperangai buruk , dihormati kemana
saja ia pergi”.
Dantila pun
pulang dengan perasaan gundah dan merasa
pikirannya kacau. Sepanjamg siang ia memikirkan langkah apa yang harus
diambilnya. Akhirnya sore itu ia mengundang Gorambha ke rumahnya. Diberinya pelayan
itu satu stel baju baru dan bagus.
Lalu katanya
dengan tutur kata lembut,”kawan yang kuhormati, maafkan tempo hari aku
mengusirmu. Itu bukan karena aku membencimu tetapi karena engkau duduk di
tempat yang bukan disediakan untukmu. Tempat duduk itu disediakan untuk seorang
brahmin. Brahmin itu merasa terhina karena itu aku terpaksa mengusirmu keluar. Sekali
lagi maafkan aku.”
Ketika Gorambha
melihat hadiah baju mewah yang diterimanya ia bahagia sekali. Dengan penuh
kegembiraan ia berkata kepada Dantila,”tuan sekarang sayamemafkan tuan. Tuan juga
sudah menyatakan penyesalan dan meminta maaf, tuan akan disayangi lagi oleh
raja. Akan saya buktikan kata-kata saya
ini dengan segenap kepandaianku,” lalu Gorambha pulang dengan hati riang.
Keesokan
harinya Gorambha kembali ke tugas hariannya, menyapu di istana. Persis di depan
kamar baginda ia menggumam, “aneh sekali tingkah laku baginda, masa makan
ketimun di kamar kecil.”
Raja terkejut
mendengarnya dan membentak, “kamu! Gorambha! Membual apa kamu ini? Ingat hanya
karena engkau pelayan setiaku maka engkau tidak aku hukum. Apakah kamu pernah
melihatku makan ketimun di kamar kecil?”
“maafkan
hamba tuan, ampun!” kata Gorambha. Semalam hamba bergadang. Pagi ini masih
ngantuk sekali. Hamba benar benar tidak menyadari kata-kata hamba, mohon ampun
karena telah melantur kata-kata yang tidak pantas”.
Raja berpikir
mendengarrnya.”aku sama sekali belum pernah makan ketimun di kamar kecil. Kalu si
bodoh ini mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal tentang diriku, boleh jadi
yang ia katakan tentang Dantila tak masuk akal juga. Aku keliru telah membenci
Dantila. Lagi pula tanpa Dantila administrasi keuangan kerajaan juga kacau.”
Setelah memikirkannya
dengan matang raja mengundang Dantila ke istana, memberinya perhiasan dan baju
serta menempatkannya dalam kedudukan yang terhormat seperti dulu.
*****
“jadi,”
kata serigala Damanaka ,” karena itu aku katakan :
Orang terhormat yang tidak pandai
menghargai kedudukan orang lain, mana yang tinggi, sedang dan rendah dengan
baik akan hancur, seperti Dantila, biarpun ia kebanggaan raja.”
“kawan,”
kata Sanjiwaka, “engkau benar.aku akan melakukannya persis seperti ucapanmu.”
Lalu Damanaka
membawa Sanjiwaka kepada Pingalaka dan berkata,” Paduka tuan, hamba sudah
menghadapkan Sanjiwaka kepada tuan. Sekarang hamba menyerahkan segalanya kepada
tuan.”
Sanjiwaka
membungkuk ke arah Pingalaka lalu berdiri dihadapannya dengan hormat. Pingalaka
menyambutnya dengan penghormatan yang sama, kemudian berkata, “teman apa kabar?
Bagaimana anda bisa sampai di hutan belantara ini?”
Maka berceritalah
Sanjiwaka tentang kejadian yang dialaminya.
Selesai mendengarkan
cerita Sanjiwaka, Pingalaka berkata dengan ramah,”sahabatku, Sanjiwaka jangan takut. Engkau dapat berjalan-jalan
sesuka hatimu di hutan ini. Aku akan melindungimu dengan cakar dan lenganku. Tetapi,
engkau harus selalu di dekatku, karena hutan ini dihuni oleh binatang buas,
berbahaya bagi yang kuat sekalipun, apalagi bagi binatang pemakan rumput.”
Sejak itu
Pingalaka tidak takut lagi pergi ke sungai Yamuna untuk minum, mandi, atau
duduk-duduk di tepinya seperti kebiasaan dulu. Dengan perasaan tenang pula ia
menyerahkan pengaturan hutan kepada Karataka dan Damanaka. Ia juga mulai sering
mendengarkan cerita-cerita Sanjiwaka tentang budi pekerti.
Begitulah
ia menghabiskan waktunya.
Sanjiwaka
ternyata terpelajar dan ahli sastra. Dalam beberapa hari saja ia sudah berhasil
menerangi hati buas dan pikiran bodoh Pingalaka dengan pengetahuan dan tata
krama. Pingalaka puhn lupa pada perangainya yang liar.
Setiap hari
mereka berbincang-bincang berdua. Benar benar hanya berdua, jauh dari pengawal.
Bahkan Damanaka dan Karataka dilarang menghampiri atau ikut serta . namun
karena sang singa tak lagi berburu, maka semua binatang termasuk Damanaka dan Karataka mulai kelaparan. Kata orang:
Burung-burung meninggalkan pohon
yang sudah tua, kering dan tak lagi berbuah, dan terbang ke tempat lain. Begitu
juga para pelayan akan meninggalkan raja, yang tak lagi membawa keberuntungan
baginya.
Ketika
Karataka dan Damanaka putus asa melihat sikap raja mereka pun berunding.
“Karataka,”
kata Damanaka, “kita mempunyai masalah sejak Pingalaka takjub pada kata-kata
Sanjiwaka, ia mengabaikan semua tanggung jawabnya. Seluruh keluarga dan pejabat
istana telah meninggalkannya. Kini apa yang harus kita lakukan?”
“meskipun
majikan kita tidak mendengar kata-katamu.” Kata Karataka, “tetap saja engkau berkewajiban
memperbaiki kesalahannya. Tugas seorang menteri adalah menasehati rajanya. Raja
menerima nasehat itu atau tidak, itu urusan sendiri. Jika seorang raja menjadi
sombong itu adalah tanggung jawab mentrinya
karena ia telah memberi saran dan nasehat. Gajah yang terperosok ke
jalan yang sesat adalah tanggung jawab pawangnya. Engkaulah yang membawa
Sanjiwaka si pemakan rumput ke hadapan baginda. Engkau sendiri yang membawa
masalah, seperti menggaruk batu bara ditengah kobaran apinya, sehingga baranya
makin memanas.”
“benar
sekali,” kata Damanaka.”semua ini salahku, bukan kesalahan raja. Benarlah kata-kata
orang bijak : serigala diantara biri-biri jantan yang sedang bertarung dan
sanyasi yang mempercayai asadhubuti mereka sendirilah yang harus menanggung
akibatnya.”
“Bagaimana
kisahnya?” kata Karataka.
Dan Damanaka
pun berkisah tentang seekor serigala dan seorang sanyasi yang menderita karena
kecerobohan masing-masing.