SERIGALA DAN GENDERANG
Seekor serigala
bernama Gomaya. Pada suatu hari berjalan tak tentu arahuntuk mencari makanan
karena sangat laparnya. Akhirnya ia tiba di suatu medan pertempuran. Tentara yang
telah berperang meninggalkan sebuah genderang yang tergeletak didekat
semak-semak. Karena terpaan angin yang kencang, semak-semak menabuh kulit
genderang sehingga menimbulkan bunyi yang mengejutkan Gomaya. Serigala itu
ketakutan dan berpikir, “bila aku tak segera menghindar sebelum terlihat oleh
makhluk bersuara menakutkan itu, matilah aku. Tetapi tak baik meninggalkan
tempat ini begitu saja, jadi aku harus mencoba mencari tahuasal-usul suara itu.”
Dengan hati
yang ditegar-tegarkan ia mrayap, mengintip semak-semak tadi. Dan ketika yang
dihadapinya ternyata sebuah genderang perang, keberaniannya bertambah. Ia mendekat,
ingin tahu lebih banyak. Namun apa yang dilihatnya didekat genderang? Setumpuk makanan
bekas para tentara, dalam jumlah yang baru akan habis disantap dalam waktu yang
lama.
*****
“paduka
lihat,” kata Damanaka, “paduka tidak pantas takut hanya pada suara,”
“bagaimana
mungkin aku berani,” jawab Pingalaka,”bila keluarga dan para pejabat istana semua
gemetar karena ketakutandan ingin lari dari sini?”
“tuan,”
kata Damanaka “para pelayan tidak bisa disalahkan karena mereka hanya mengikuti
contoh tuannya, kata orang :
kuda,
senjata, buku, percakapan, harpa, istri, menjadi berguna atau tidak tergantung kepada
manusia yang memilikinya,
" maka”, kata Damanaka , “janganlah paduka takut. Tunggulah
disisni sampai hamba kembali. Hamba akan menyelidiki suara itu. Setelah itu,
silahkan paduka putuskan apa yang akan kita lakukan.”
“apakah
engkau berani?” kat Pingalaka.
“pasti,”
tegas Damanaka, “seorang abdi yang baik tak pantas menimbang-nimbangsikap
hatinya untuk melakukan perintah tuannya atau tidak.”
“kawanku
yang baik,” kata Pingalaka, kalau begitu pergilah, semoga Tuhan memberkatimu.”
Damanaka
membungkuk hormat dihadapan singa raja kemudian berbalik dan langsung berangkat
mencari sumber suara sang sapi Sanjiwaka. Singa Pingalaka merasa sangat ketakutan
sepeninggal serigala Damanaka. Dia membatin,”aku salah karena terlalu banyak
menceriterakan pikiran dan isi hatiku kepadanya. Jangan-jangan dia dendam
padaku karena dulu orang tuanya telah kuberhentikan dari jabatannya di istana
sehingga sekarang ia ingin membalas dendam. Apa yang harus aku lakukan? Hm,
sebaiknya aku bersembunyi saja. Akan kuintai, apakah dia membawa musuh yang
akan membunuhku atau tidak, karena kaum arif bijaksana mengajarkan :
orang kuat yang ceroboh terlalu
mempercayai orang lain, harus menebus hidup dengan nyawanya tatapi kewaspadaan
orang yang lemah akan menyelamatkannya dari ancaman musuh yang terkuat
sekalipun bahkan dari kematian.”
Setelah mengambil
keputusan itu, Pingalaka melangkahmencari tempat persembunyiannyadan menunggu
kedatangan Damanaka dengan perasaan gelisah.
Sementara
itu, serigala Damanaka telah tiba di tempat Sanjiwaka, si lembu jantan. Ketiak mengetahui
bahwa pembuat suara menakutkan itu hanya seekor sapi, hatinya bersorak. Ia berpikir
,”inilah tanda keberuntungnku, sekarang aku akan dapat menguasai Pingalaka
karena mempunyai kekuatan untuk menakutinya. Sapi ini dapat dijadikan sahabat
atau musush baginya. Aku ingat ajaran :
Orang sehat tidak membutuhkan
dokter, demikian juga raja yang terbebas dari kesulitan tidak akan lagi
memperhatikan menterinya.”
Dengan pemikiran
itu Damanaka kembali ke tepi sungai Yamuna untuk mencari Pingalaka. Ketika menemukannya
setelah memberi hormat ia dududk bersimpuh.
“apakah
kau menemukannya?” tanya Pingalaka
“atas
restu paduka hamba telah menemukannya,” kata Damanaka.
“sungguh?”
kata Pingalaka.”benarkah ucapanmu?”
“apakah
ada yang berani berdusta kepada baginda raja ?” jawab Damanaka.
“kalau
begitu benar, ya,” kata Pingalaka. “engkau memang telah menemukannya. Mereka yang
berkuasa tidak akan memaksakan kehendaknya kepada makhluk yang lemah. Itu
sebabnya ia tidak membunuhmu, karena :
Badai mengabaikan rumput yang
kecil dan lemahtetapi justru mencabutpohon-pohon yang tinggi sampai ke
akar-akarnya. Yang kuat mestilah bertempur dengan yang kuat, bukan dengan yang
lemah.”
“biarpun
dia besar dan biarpun kita kecil tak berdaya dibandingkan dengannya ,” kata
Damanaka,” namun hamba akan tetap melayani baginda.”
Pingalak
bernafas dengan lega lantas berkata,”mampukah engkau melakukan apa yang kau
katakan itu?”.
“tak ada
yang mustahil bagi mereka yang cerdik.” Kata Damanaka. “baiklah,” kata Pingalaka,
“kalu begitu sikapmu mulai hari ini engkau aku angkat sebagai menteri
kerajaanku.”
Damanaka
memberi hormat kemudian berpamitan untuk kembali ke Sanjiwaka. Begitu tiba
dihadapannya dia menyapa dengan hardikan,”hai,sapi jantan yang tak tahu diri! Apakah
engkau tidak takut kepada majikan kami, baginda Pingalaka, singa raja segala
binatang sehingga berani-beraninya engkaumerumput tanpa izin dan melenguh
seenaknya di wilayah kerajaannya. Ikuti aku, baginda Pingalaka memanggilmu.”
”kawanku
yang terhormat,” kata Sanjiwaka yang terkejut atas hardikan itu, “siapakah
Pingalaka itu?”.
“apa?”
seru Damanaka, “engkau tidak tahu siapa itu Pingalaka?, baiklah, engkau akan
segera tahu siapa dia. Saat ini dia sedang duduk di sana, dibawah pohon
beringin, dikelilingi pengiringnya.”
Mendengar
penjelasan itu Sanjiwaka berpikir, ajalnya telah datangsehingga hatinya menjadi
ciut. Ia berkata kepada Damanaka,”kawanku yang baik, kasihanilah aku karena
kelihatannya engkau orang yang arif bijaksana lagi pandai bicara. Kalau engkau ingin
membawaku menghadap singa itu, berikanlah aku jaminan bahwa nyawaku tidak
terancam”.
“baiklah.
Engkau memang berhak meminta jaminan keamanan,” kata Damanaka. “karena
orang-orang bijaksana berkata :
Kita dapat mencapi ujung dunia,
kedalaman lautatau tingginya puncak gunung, tetapitak seorangpun yang dapat
menduga hati seorang raja.”
“Tunggulah
disini. Aku akan mencari waktu yang tepat agar kita dapat menghadap dengan
selamat,” lanjut Damanaka sebelum melangkah pergi untuk kembali ke tempat
Pingalaka.
Dihadapan
Pingalaka ia berkata, “paduka, ternyata dia bukan binatang biasa, melainkan
seekor sapi jantan istimewa, tunggangan dewa Siwa. Ketika hamba bertanya, ia
menjelaskan’ majikanku Siwa, amat menyayangiku sehingga memberiku hak untuk
menikmati rumput lunak disepanjang sungai Yamuna ini. Dewa Siwa juga mengatakan
bahwa seluruh hutan adalah lapangan tempat bermain bagiku.”
“tepat
sekali dugaanku,” seru Pingalaka ketakutan. “jika tak dilindungi dewa mana
berani binatang itu memakan rumput dan bebas mengembara di hutan yang penuh
dengan binatang buas. Apa jawabanmu ketika
mendengar penjelasnnya?”
“tetapi
paduka”,” kata Damanaka.”hamba katakan kepadanya ,hutan ini telah dihadiahkan
kepada baginda Pingalaka, majikanku oleh dewi Durga, istri dewa siwa yang
tunggangannya adalah seekor singa. Janganlah engkau takutmenghadapnya karena
engkau akan disambut dengan bahagia. Datanglah dan tinggallahbersama raja
Pingalaka. Anggaplah ia sebagai saudara kandungmu, habiskan waktumu dengan
bergembira-makan, minum, dan bermain sepuasnya. Dia setuju tetapi dia mohon
kepada baginda untuk menjamin nyawanya, bahwa dia tidak akan dibunuh. Sekarang terserah
baginda.”
Mendengar
itu Pingalaka berkata,”engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, menteriku
yang tangkas. Engkau telah mengambil sikap yang sesuai dengan keinginanku. Aku menjamin
bahwa ia akan aman disini, tapi tolong beri aku juga jaminan yang sama dari
dia, kalau dia setuju, bawalah dia kesini segera.”
Damanaka
membungkuk hormat kembali dihadapan Pingalaka dan dalam perjalanannya ke tempat
Sanjiwaka, dia berpikir dengan gembira,”majikanku sangat pemurah kepadaku, dan
keputusannya tepat seperti harapanku. Aku sungguh beruntung.”
Saat bertemu
sapi jantan Sanjiwaka, Damanaka berkata dengan hormat,”sahabatkuaku telah
memohon kepada majikankuuntuk mengasihanimu dan ia berjanji tak akan membunuhmu.
Percayalahdan ikutlah aku menghadap beliau. Tetapi kalau kitatiba di istana
raja, engkau harus menghormati aku seperti engkau menghormati dirirmu sendiri. Jangan
besar kepala dan merendahkan aku. Akupun akan berundingdenganmu ketika
melakukan tugas tugasku sebagi menteri. Begitulah, kita berdua bisa menikmati
rahmat dewi laksmi. Aku ingat kisah lama :
Orang yang terhormat yang tidak
pandai menghargai kedudukan orang lain mana yang tinggi, sedang dan rendah
dengan baik akan hancur seperti dantila, biarpun dia kebanggaan raja.”
“bagaimana
ceritanya?” tanya Sanjiwaka. Maka berceriteralah Damanaka tentang saudagar
Dantila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar