RETAKNYA PERSAHABATAN
PERSELISIHAN
Persahabatan akrab berkembang di hutan, antara singa dan
sapi jantan, tetapi dihancurkan oleh seekor serigala yang jahat dan tamak.
Di
selatan india ada suatu kota bernama mahilopyam. Putra seorang pedagang kaya
raya tinggal disana. Namanya Vardhamanaka. Pada suatu malam, sambil berbaring
ditempat tidur ia gelisah dan tidak bisa tidur. Benaknya berkecamuk. Yang
dipikirkan adalah “ Biarpun sudah banyak uang, orang harus mencoba memperbanyak
uang itu. Kata orang :
tak ada satupun dalam hidup yang
tak dapat dicapai dengan uang. Orang pandai harus mampu menambah kekayaannya.
Banyak uang banyak teman, ketika punya banyak uang , ia diakui. Di dunia ini
orang asingpun menjadi keluarga jika ber-uang sedangkan orang miskin akan
dihindari bahkan oleh keluarganya. Orang banyak uang bahkan akan dianggap
seperti sarjana. Uang dapat membuat orang tua menjadi ‘muda’ tetapi orang muda
menjadi tua karena mencari uang.
Vardhamanaka
mengambil keputusan. Pada suatu hari dia meminta izin merantau kepada orang
tuanya dan mempersiapkan perbekalannya untuk perjalanan ke Mathura. Dia
mempunyai dua sapi jantan bernama Sanjiwaka dan Nandaka. Kedua sapi yang lahir
di rumahnya itu sangat kuat sehingga mampu mengangkat beban yang amat berat.
Kedua sapi itu dikatkannya ke pedati. Dimulailah perjalanannya dengan ditemani
oleh beberapa pelayan.
Selang
beberapa hari kemudian ia tiba di tepi sungai Yamuna. Kaki Sanjiwaka patah dan
iapun langsung jatuh. Vardhamanaka sangat sedih melihat keadaan sapinya yang
merana itu, dan karena begitu menyayanginya, ia berhenti ditempat itu selama
tiga malam.
Waktu
sais pedati melihat Vardhamanaka muram, ia berkata, “Tuanku, haruskah kita
berhenti di Hutan yang penuh dengan singa dan harimau demi seekor sapi, jika
membahayakan kita semua?. Ingatlah perkataan orang-orang :
Orang pandai, tak akan
mengorbankan keuntungan lebih besar demi keuntungan yang kecil.”
Mendengar
saran itu, Vardhamanaka meninggalkan beberapapelayannya untuk menjaga sapinya
yang terluka. Ia kemudian melanjutkan perjalanan dengan beberapa pelayan
lainnya.
Pagi
berikutnya para pelayan menyusulnya. Mereka ketakutan jika tetap tinggal di
hutan, bahaya diterkam binatang buas mengancam setiap saat. Merekapun berdusta,
membuat laporan palsu,”Tuan, Sanjiwaka mati dan kami telah membakarnya.”
Vardhamanaka sangat sedih . kemudian ia mengadakan upacara belasungkawa untuk
menghormati jasa sapi yang telah melayaninya selama ini dengan setia.
Namun
Sanjiwaka ditakdirkan untuk hidup lebih lama. Dia memakan rumput ditepi sungai
Yamuna, sehingga kekuatannya pulih dan berhasil bangkit. Angin sejuk
menyegarkan tubuhnya. Dia memakan rumput hijau dan berkilau, dan dalam beberapa
hari tubuhnya menjadi gemuk dan kuat. Bahkan lebih kuat dari hari-hari
sebelumnya. Benarlah ucapan orang :
Dia yang bernasib baik walaupun
tanpa perlindungan, terhidar dari petaka tetapi dia yang bernasib sial pasti
akan musnah sekalipun dilindungi dengan baik. Walaupun ditinggalkan tak berdaya
di hutan, dapat tetap selamat. Sedangkan dia yang berjuang untuk hidup bisa
meninggal mendadak sekalipun dirumahnya sendiri.
Di hutan
itu hidup seekor singa bernama Pingalaka, dengan pengikutnya yang terdiri dari
beberapa binatang hutan yang lain. Siang itu karena merasa haus ia pergi ke
tepi sungai Yamuna untuk minum. Dari tempatnya berdiri ia mendengan lenguhan
Sanjiwaka yang amat keras dan menakutkan. Pingalaka. Sangat takut tetapi
disembunyikannya rasa takut itu di depan anak buahnya. Dia lalu melangkah ke
sebatang pohon beringin besar dan duduk dibawah kerindangannya, batal minum di
tepi kali. Para pengikutnya berkumpul mengelilinginya.
Di antara
binatang-binatang yang disekitar singa itu, tersebutlah dua srigala bernama
Karataka dan Damanaka. Mereka adalah anak-anak bekas menteri Pingalaka,
namunsekarang tidak lagi. Kini mereka hanya menga,mati dari kejauhan sang singa
dan mengikuti langkahnya dari kejauhan menunggu sisa makanan.
Ketika melihat
sang singa kembali tanpa minum, keduanya curiga.
“Karataka,”
kata Damanaka, “singa raja itu membatalkan niatnya untuk minum. Sekarang malah
duduk-duduk dibawah pohon dikelilingi para punggawanya.”
“apa
urusan kita?”kata Damanaka “karena jika
seseorang mencampuri urusan yang bukan urusannya, bercumbu dengan kehancuran
seperti kera yang mengeluarkan pasak dari balok kayu.”
“bagaimana
ceritanya?” tanya Damanaka. Maka Karataka bercerita tentang seekor kera dan
pasak kayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar